by Nyong ETIS

BERANDA   -    BILIK BACA   -    RUANG ISTIRAH   -    TELAGA SUNYI   -    NEGERI DI ATAS AWAN

Cinta di Matamu

pada teduhnya Jogja hari ini
di atas ranjang kamarku yang berbalut seprai lusuh
laptop jinjingku, Silver Heart of Love, berpasrah diri tuk menari-nari
menurutkan liuk jemariku melukiskan keliaran sebuah imajinasi

*

dari Ka'bah di Centaurus hingga Tahta Suci di Andromeda
dimana bermilyar budak cinta thawaf mengitarinya
takdir alam raya akhirnya menghempasku kalah
kembali ke ketersesatan hati yang menggari
tersudut pada samadi tuk leramkan gelegak naluri

di altar cinta
di dalam kuil cinta
dengan agama cinta
aku telanjang di hadapan-Mu, Tuhan

berdiri kidungkan hasrat cinta
ruku' senandungkan nafas cinta
sujud bisikkan desah cinta
di mata-Mu, Tuhan, apa yang bisa kusembunyikan?

**

menabur tasbih dan puja bak biji-biji padi di persemaiannya
mungkin halusinasi saat mereka kulihat tumbuh memekarkan polianthes tuberosa
tapi saat keharumannya menyerbukkan kasih, sungguh
tak sekalipun aku sangsi itulah kesucian hati
yang ikhlaskan diri melarung cinta di telaga janji

maka, untuk sepenggal masa lalu yang tak bisa kusentuh
untuk cinta tak tergantikan yang selalu meremukkan perasaan
untuk harapan-harapan tersembunyi yang mengusik mimpi-mimpi
pergilah cinta, genapi mimpi dan harapan terindah yang kaupunya

bersama langkahmu ada asa
bersama senyummu ada doa
bersama kerling matamu ada mantra
terbanglah cinta, kepakkan sayap indahmu itu dengan ringan dan lincah

tanpa harus meminta, aku takkan menahanmu menjumpainya: cinta

***

dan sekarang, di sini, ya, aku menerawang dari kejauhan
mengeja isyarat awan, akankah masa depan menjadi teman
tuk berbagi kebahagiaan di sisa usia yang entah berapa di hitungan

Tuhan, apa yang kurendam di kedalaman sukma tak perlu kukatakan
karena yakinku tlah memaklumkan, Engkaulah penguasa kegaiban
maka berilah aku furjah, Tuhan, atas kecamuk batinku yang tak kunjung reda
menjalani kutukan cinta dalam kepasrahan yang seolah menjadikanku sang bedebah
malu aku pada-Mu, Tuhan, sungguh
begitu bajingannya aku, melipat kebenaran hati di altar suci cinta-Mu

Tuhan, ijinkan kini aku menitikkan airmata itu kembali

****

Tuhan, dari titik tersunyi sejauh yang kukenali
Engkau pasti mendengar jeritaan ini:

“duhai Sang Maha Cinta … ijinkanlah aku bahagia …
ijinkanlah aku bahagia … ijinkanlah aku bahagia …
dengan cara-Mu yang terindah …”