lelaki itu berkata seraya menjabat tanganku dengan seulas senyumannya
dan dalam diam akupun menyambutnya, dengan mata terpana
justru pada sosok perempuan berbaju kuning yang sedang memalingkan muka
duhai malam, kawanku menikmati sisa kefanaan
apa pendapatmu tentang rusuk cinta yang hilang?
belum sempat aku mendengarmu memberi jawaban
tiba-tiba suara renyah dari kejauhan menyapa membawa kelegaan
apakah ini tamsil dari pesan langit yang sempat kusalah-artikan?
baru siang tadi hatiku meraung meminta kejelasan
melalui sebuah nama, Penguasa Kegaiban kini seolah tak lagi mengizinkan
bila kubasahi altar suci-Nya dengan tangisan
hanya untuk sekedar mengekspresikan kecengengan
: dua tahun
lelaki itu berkata seraya menjabat tanganku dengan seulas senyumannya
dan dalam diam akupun menyambutnya, dengan mata terpana
justru pada sosok perempuan berbaju kuning yang sedang memalingkan muka
duhai malam, kawanku menikmati sisa kefanaan
apa pendapatmu tentang rusuk cinta yang hilang?
kukabari engkau bagaimana sekeping hati mengetuk pintu kesaksian
ya, itulah saat terfikir bahwa rusuk cinta tak lebih sebuah dongeng jenaka
saat gaduh birahi tertahan menubuh menjadi kecemburuan
hasrat dendam geram ingin menghabiskan sisa kejalangan sebagai pembalasan
tapi dalam sujud, lagi-lagi, aku kembali merasa diinsyafkan
bahwa ujung rindu ini bukanlah membasuhi fantasi liarku dengan lendir dalam cumbu
meski kutahu, kenikmatan itu pasti memperbudakku tuk ingin terus merayu
ya, aku bukan Sandhi Yuda, namun akupun akan merasa sangat terhina
jika harus menyetubuhi perempuan yang tak menghausi tubuh kita *)
duhai malam, kawanku menikmati sisa kefanaan
apakah ini tamsil dari pesan langit yang sempat kusalah-artikan?
: dua tahun
lelaki itu berkata seraya menjabat tanganku dengan seulas senyumannya
dan dalam diam akupun menyambutnya, dengan mata terpana
justru pada sosok perempuan berbaju kuning yang sedang memalingkan muka
Sidoarjo, 10-12-2012
*) Karakter dalam Ayu Utami, “Manjali dan Cakrabirawa”.