Seorang lelaki sinting tengah mengoceh sendiri di tepian jalan:
"Wahai jin peri prahyangan, yang gentayangan menertawakan dunia yang terbiasa hidup dalam serba kepura-puraan. Ketahuilah oleh kalian; aku adalah selokan! Tempat manusia membuang segala kotoran dan sampah yang tak lagi diinginkan. Maka jangan heran, jika ujarku adalah kegilaan dan ketidakwarasan. Karena sejak awal, aku memang sebuah kesalahan. Yang terlahir tak dikehendaki, dan tumbuh besar sebagai daki yang mengotori indahnya kehidupan ini.""Wahai jin peri prahyangan, yang gentayangan menertawakan dunia yang terbiasa hidup dalam serba kepura-puraan. Lantas apa peduliku kini? Aku memang bukan samudera; jadi manusia tak perlu bersusah-payah mengukur kedalamannya. Aku hanya sebuah selokan dangkal berair busuk; yang takkan kuasa tawarkan pahit-asinnya kehidupan. Maka jangan pernah bermimpi bahwa aku kan sanggup membasuh letihnya hati; apalagi memberinya ruang tuk berendam dari teriknya kenyataan.""Wahai jin peri prahyangan, yang gentayangan menertawakan dunia yang terbiasa hidup dalam serba kepura-puraan. Beritahu aku kini, dimana harus kuletakkan sekeping hati ini? Hati yang terbiasa bicara sendiri. Hati yang terbiasa bermimpi sendiri. Hati yang terbiasa beryanyi sendiri. Hati yang terbiasa mengigau sendiri. Hati yang terbiasa meracau sendiri. Hati yang terbiasa bodoh dan tak mengerti: Mengapa harus ada sebagai yang terkutuk oleh cinta?""Wahai jin peri prahyangan, yang gentayangan menertawakan dunia yang terbiasa hidup dalam serba kepura-puraan. Jelas sudah, aku memang bukan kalian. Tapi aku makin ragu, benarkah aku bagian dari manusia yang berperasaan? Atau mungkinkah aku memang seekor binatang? Yang melata mencari kepingan hatinya. Yang selalu saja dihantui pertanyaan paling menyakitkan: Benarkah kepingan itu ada? Jika ada, benarkah dia itu ada untuknya? Meski mungkin bukan sebagai yang pertama?""Wahai jin peri prahyangan, yang gentayangan menertawakan dunia yang terbiasa hidup dalam serba kepura-puraan. Dan jika akhirnya jawabannya adalah tidak ada, maka sempurna-lah sudah kutukan ini. Karena apalagi yang tersisa dan lebih berharga bagi selokan dangkal yang berair busuk menjijikkan dan hidup dlm keganjilan?""Kuberi tahu engkau apa itu: Ketiadaan!"