by Nyong ETIS

BERANDA   -    BILIK BACA   -    RUANG ISTIRAH   -    TELAGA SUNYI   -    NEGERI DI ATAS AWAN

LARUNG

Novelis: Ayu Utami

“Terang tidak mengalahkan kematian.” (h.2)

“Ada makhluk-makhluk, seperti kelelawar, yang hidup dalam gelap dan tak menyukai terang.” (h.2)

“Dalam perjalanan kita bertemu orang yang takkan kita kenal lagi.” (h.3)

“Pandanglah keindahan yang lahir dari kejijikan. Bukankah hidup adalah kutukan.” (h.9)

“Betapa anehnya ukuran, di manakah kita meletakkan patokan?” (h.22)

“Nak, menjadi tua adalah menjadi mata, dan hanya mata, melihat tanpa berada.” (h.25)

“Anak-anak tidak diajar membuat kata dari huruf-huruf, melainkan mengasosiasikan kata dengan makna.” (h.30)

“… tak ada yang benar di antara yang berseteru, hanya ada pemenang dan pecundang dari kaum yang sama bengis.” (h.35)

“Barangkali semua perempuan menjadi perkasa ketika mereka tua dan tak punya payudara. Dan lelaki akan seperti balon yang kisut, mereka masih memiliki syahwat pada matanya dan mani dalam zakarnya namun tanpa tenaga untuk memancarkannya.” (h.49)

“Hidup bukan menunda kematian, melainkan memutuskannya.” (h.49)

“… hanya para terhukum mati yang berhak mengetahui saat eksekusi.” (h.51)

“… tak ada yang menjijikkan di dunia ini sebagaimana tak ada yang salah tak ada yang benar.” (h.62)

“Sebab hidup adalah pilihan semena … Orang-orang harus menunjuk orang lain untuk menyelamatkan diri … Aku tidak menangis. Sebab aku telah mengosongkan diriku dari segala keheranan dan ketakbersediaan.” (h.69)

“Ngapain punya badan bagus kalau nggak dipamerin.” (h.79)

“Bayangkan, kambing dan kuda! Dua hewan yang birahi. Di hari raya kurban, kita bisa melihat kambing dan domba tidak pernah kehilangan nafsu seks meskipun kematian tinggal dua meter lagi …” (h.79-80)

“… lakor itu aman … Mereka nggak posesif karena punya keluarga. Bujangan cenderung mau menguasai kita. Dengan lakor, kita bisa putus dengan gampang.” (h.89)

“Malam itu ia memerawani hati saya.” (h.103)

“Tanda-tanda dewasa dan pengalaman seks telah ada pada mereka semua.” (h.118)

“Kalau kamu bersama orang yang kamu suka dan kamu tahu cara menikmatinya, maka seks akan menyenangkan. Tapi, kalau kamu tahu cara menikmatinya, seks juga menyenangkan tanpa orang yang kamu suka.” (h.128-9)

“Manusia tidak terdiri dari satu.” (h.134)

“… akal akan menaklukan badan. Kehendak akan mengungguli tubuh.” (h.139)

“Haruskan kebahagiaan mempunyai alasan yang cerdas (?)” (h.144)

“Tubuh tidak lebih rendah daripada bukan tubuh.” (h.146)

“Cinta boleh hanya satu arah, tapi asmara memang harus resiprokal, agar sebuah hubungan berjalan.” (h.146)

“Vagina adalah sejenis bunga karnivora sebagaimana kantong semar … bunga karnivora bukan memakan daging melainkan menghisap cairan dari makhluk yang terjebak dalam rongga di balik kelopak-kelopaknya yang hangat.” (h.153)

“… kenapa kita menyebut “kenyataan” hanya untuk sesuatu yang bertentangan dengan keinginan.” (h.154)

“… cinta bukanlah hal yang direncanakan seperti perkawinan.” (h.155)

“Bukankah tubuh mengejang oleh rasa sakit maupun nikmat?” (h.155)

“Ada titik-titik di mana aku tak bisa membedakan rasa sakit dan nikmat. Kesakitan berpuncak pada sekon pertama kematian, dan seks berpuncak pada tiga detik orgasme. Jika ejakulasi mengingatkan kita pada kelangsungan hidup, tidakkah seks adalah ketegangan akibat pertentangan hidup dan mati yang hadir bersama di satu titik?” (h.156)

“Tidakkah kematian dan kenikmatan adalah ingatan purba yang sama?” (h.157)

“Masokisme dan humor melecehkan kekuatan dengan mentransfer ketertindasan menjadi kenikmatan. Keduanya sesungguhnya adalah kecerdasan mekanisme pertahanan diri.” (h.159)

“… sembilan puluh persen wanita di dunia ini adalah masokis.” (h.159)

“Kamu membangkitkan kembali khayal kanak-kanakku yang lama kukhianati.” (h.161)

“Kuinginkan tubuhmu yang sederhana.” (h.162)

“Mimpi membolehkan laki-laki menangis.” (h.182)

“Dan apakah yang membangun pengalaman manusia jika bukan ingatan?” (h.185)

“Ia takut pada kata-kata. Sebab kata-kata mengabadikan.” (h.187)

"Aku orang kampung." (h.199)

"Apa yang membuat orang bertahan sebagai manusia yang dikalahkan?" (h.204)

"Kalian hanya berharga jika kalian mati. Seperti vaksin. Jika tak kalah, akan jadi penyakit." (h.211)

"Bedebah itu seperti tak pernah puas menyelesaikan pernyataan tanpa serangan. Ia selalu mengentup di ekor kalimatnya, seperti kalajengking." (h.215)

"Tak ada pahlawan di sini. Yang ada hanya pemenang dan pecundang ... siapapun yang menang ... dengan ideologi apapun --akan melakukan kekejaman yang sama terhadap lawannya." (h.222-3)

"Apologis ... adalah sikap tidak adil sejak dalam pikiran ... Kejahatan dan kebaikan datang dalam satu paket." (h.223)

"Lepas dari aku nafsu, aku mengasihi kamu." (h.253)