by Nyong ETIS

BERANDA   -    BILIK BACA   -    RUANG ISTIRAH   -    TELAGA SUNYI   -    NEGERI DI ATAS AWAN

AKAD KAKI MERBABU

melihat wajah sendiri di muka air yang mengalir
terlihat ada garis-garis waktu mengingatkan pada akhir
silhuet yang memaksa seorang peziarah untuk berfikir
prioritas hidup tiba di titik geser sepenuhnya untuk berzikir

usai berjumpa seorang pejalan sunyi
mendengar kisahnya dan melihat apa yang tersaji
senyum itu adalah ajakan untuk meneguhkan hati
selesai dengan apa yang sudah diberi

: bismillah, laa hawla wa laa quwwata illa billah

duhai Engkau Yang Kuasa Membaca Keinginan
bisikkanlah kepada perempuan-perempuan 
yang sempat berbagi kata-kata atau sekedar isyarat menggumam
bahwa lelaki itu takkan lagi beranjak dari sebuah perjanjian

karena penghujung lima belas masih berbekas
sebagaimana permulaan empat masih terpahat
bagi kekasih yang membaca kisah persekutuan ahzab itu retas
maka akad yang diikat munajat memang berpantang ada khianat

bukankah seharusnya cukup sekali
tak harus mengulang untuk bisa mengerti
bahwa dengan cemburunya Kekasih
rekahan luka itu menjadi terasa begitu perih

apakah langit lagi-lagi mesti membuncah amarah
atas bebal dan bengalnya peziarah
padahal lembaran cahaya sudah dibuka
sekarang tidak lagi tiga-dua, tapi sudah tiga-tiga

betapa akan disebut tak tahu malu
jika peristiwa satu malam di kaki Merbabu
belasan tahun yang lalu
dibabar wedar untuk menampar si kepala batu

tentang seorang pemuda yang tengah lelaku
dengan kurang ajar telah berani menyeru
pada kegaiban yang begitu gaharu
bahwa ia sedia berserah utuh 

: Tuhan
kini tertawailah sahaya itu
sesuka-Mu 

Sidoarjo, 31/10/2021