huruf-huruf ini menjengukmu
sengaja tanpa mengetuk pintu
biar senyum itu rekah dan tetap membisu
bersama "hi" yang tak harus dibalas dengan "hu"
di sini, aku bercerita padamu tentang sepi
yang peziarah jumpai di tengah keriuhan para pejalan kaki
sembari sesekali melongok langit yang masih buram
menemukan tawa seolah senandung abadi Sang Penguasa Kegaiban
bukannya tak tahu
bukannya tak mengerti
apa sebenarnya yang mengguruh
dan apa yang berbisik lirih
tentang seonggok kalbu
tentang sekeping hati
ombak Parangtritis telah mengangguk setuju
pun gumuk pasir sudah berdesir khusuk mengamini
tapi ketakutan itu sangatlah manusiawi
ujar sepi memberi justifikasi
bukankah pengalaman itu harus dijadikan pelajaran
sepi bergumam beri keyakinan
dan titik ujungnya sudah bisa ditebak dari permulaan
: jangan!
kawan, engkau bilang tulisanku bagusnya lumayan
kutanya balik, yang mana yang engkau maksudkan
oh, ternyata merujuk pada coretan-coretan
kubilang, jangan terlalu serius pada produk khayalan
karena efeknya bisa bikin rindu dan kecanduan
jika penasaran, tanyalah pada perempuan
yang tadi siang membagi ilmunya tentang depresi ringan
sayangnya, solusi atau obatnya belum sempat kutanyakan
mungkinkah ciuman?
ataukah justru gamparan atas kekurangajaran?
kata kuncinya: jangan seriusan!
Gusti, wus tak jangkepi krenteke ati
duh Sirry Qalby
matur nuwun, ingsun tasih wedi
Stasiun Yogyakarta, 9 Januari 2022